BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Mioma uteri adalah tumor jinak
ginekologi yang paling sering dijumpai, ditemukan satu dari empat wanita usia
reproduksi aktif (Robbins, 1997). Mioma uteri dikenal juga dengan istilah
leiomioma uteri, fibromioma uteri atau uterin fibroid, ditemukan
sekurang-kurangnya pada 20%-25% wanita di atas usia 30 tahun. Laporan lain dari
suatu studi melalui pemeriksaan post mortem pada jenazah wanita menunjukkan
angka kejadian mioma yang lebih tinggi yaitu mencapai 50% atau lebih (Djuwantono,
2004).
Sebagian besar kasus mioma uteri
adalah tanpa gejala, sehingga kebanyakan penderita tidak menyadari adanya
kelainan pada uterusnya. Diperkirakan hanya 20%-50% dari tumor ini yang
menimbulkan gejala klinik, terutama perdarahan menstruasi yang berlebihan,
infertilitas, abortus berulang, dan nyeri akibat penekanan massa tumor
(Djuwantono, 2004).
Sampai saat ini penyebab pasti mioma
uteri belum dapat diketahui secara pasti, namun dari hasil penelitian diketahui
bahwa pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri distimulasi oleh hormon
esterogen dan siklus hormonal (Djuwantono, 2004).
Penelitian di Amerika Serikat yang
dilakukan Schwartz, angka kejadian mioma uteri adalah 2-12,8 orang per 1000
wanita tiap tahunnya. Schwartz menunjukan angka kejadian mioma uteri 2-3 kali
lebih tinggi pada wanita kulit hitam dibanding kulit putih (Victory et-al,
2006).
Penelitian Ran Ok et-al di
Pusan Saint Benedict Hospital Korea menemukan 17% kasus mioma uteri dari 4784
kasus-kasus bedah ginekologi yang diteliti (Ran Ok et-al, 2007). Di
Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39%-11,70% pada semua penderita ginekologi
yang dirawat (Joedosaputro, 2005). Menurut penelitian yang di lakukan Karel
Tangkudung (1977) di Surabaya angka kejadian mioma uteri adalah sebesar 10,30%,
sebelumnya di tahun 1974 di Surabaya penelitian yang dilakukan oleh Susilo
Raharjo angka kejadian mioma uteri sebesar 11,87% dari semua penderita
ginekologi yang dirawat (Yuad H, 2005).
Pengobatan mioma uteri dengan gejala
klinik pada umumnya adalah tindakan operasi yaitu histerektomi (pengangkatan
rahim) atau pada wanita yang ingin mempertahankan kesuburannya, miomektomi
(pengangkatan mioma) dapat menjadi pilihan (Djuwantono, 2004).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan pengertian mioma uteri ?
2. jelaskan apa epidemiologi,
etiologi dan patofisiologi mioma uteri ?
3. sebutkan gejala
Klinis mioma uteri ?
4. jelaskan hubungan Mioma Uteri dan
Kehamilan ?
1.2 TUJUAN PEMBELAJARAN
1. mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
pengertian mioma uteri
2. mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan apa epidemiologi, etiologi dan
patofisiologi mioma uteri
3. mahasiswa
diharapkan mampu menyebukan gejala Klinis mioma uteri
4. mahasiswa
diharapkan mampu menjelaskan hubungan Mioma Uteri dan Kehamilan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
pengertian mioma uteri
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari
lapisan otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam
kepustakaan juga dikenal istilah fibromioma, leiomioma, ataupun fibroid. Mioma
uteri adalah tumor jinak yang terutama terdiri dari sel-sel otot polos, tetapi
juga jaringan ikat. Sel-sel ini tersusun dalam bentuk gulungan, yang bila
membesar akan menekan otot uterus normal (Marwan, 2010). Myoma Uteri umumnya
terjadi pada usia lebih dari 35 tahun. Dikenal ada dua tempat asal myoma uteri
yaitu pada serviks uteri (2 %) dan pada korpus uteri (97%), belum pernah
ditemukan myoma uteri terjadi sebelum menarche (Lesmana W, 2010).
2.2 epidemiologi, etiologi dan
patofisiologi mioma uteri
·
Epidemiologi
Diperkirakan
mioma uteri terjadi pada satu dari empat wanita Amerika. Mioma uteri biasanya
didapatkan pada usia reproduktif dan mengecil setelah menopause.3 Menurut
Wallach, 2004, mioma uteri mengenai 20-40% wanita usia reproduktif. Suatu hasil
penelitian dengan ultrasound menunjukkan adanya paling sedikit 1 mioma kecil
pada 51% wanita. Mioma tumbuh di bawah pengaruh estrogen sehingga insidennya
menurun pada wanita setelah menopause.4 Pada tahun 2001, Schwartz melakukan
penelitian mengenai mioma, hasilnya menunjukkan bahwa Wanita Afrika Amerika
memiliki kemungkinan mengalami mioma uteri tiga hingga empat kali lebih tingi
daripada wanita ras kaukasia, mioma meningkat seiring dengan umur, menurun pada
wanita yang melahirkan anak yang hidup, meningkat sebanding dengan body mass
index, menurun pada wanita perokok, meningkat pada wanita yang banyak memakan
daging mentah dan ham, menurun pada wanita dengan diet tinggi sayuran hijau.
·
Etiologi
Mioma muncul
bila sel otot dalam uterus berkembang secara pesat membentuk suatu tumor.
Penyebab pasti mioma belum diketahui secara jelas, namun terdapat bukti-bukti
yang menunjukkan bahwa mereka membutuhkan estrogen untuk berkembang. Mioma
dapat tumbuh selama kehamilan yakni suatu keadaan dimana terdapat jumlah
estrogen yang tinggi. Setelah menopause di mana estrogen menurun, mioma jarang
berkembang dan kadang-kadang menyusut. Pada keadaan ini, pengobatan jarang
diperlukan. Pertumbuhan dan perkembangan mioma juga dipengaruhi oleh faktor
lainnya seperti progesteron. Sepertinya mioma juga terkait dengan faktor
genetik. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa nutrisi dan gaya hidup
berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan mioma.3 Sekitar 40-50% mioma
memiliki karyotipik abnormalitas melibatkan kromosom 6, 7, 12, dan 14. Di dalam
mioma itu sendiri terdapat identik dan monoklonal. Pada pasien dengan myoma
multipel ditemukan kariotipe yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa setiap
mioma muncul secara individual.
·
Patofisiologi
Walaupun
mioma sering terjadi, hanya sedikit yang memperlihatkan manifestasi gejala.
Gejala yang timbul tergantung dari ukuran, jumlah, dan lokasi mioma. Secara
umum, pertumbuhan mioma merupakan hasil dari stimulasi estrogen yang ada sampai
menopause. Sejalan dengan waktu, mioma yang asimtomatis dapat menjadi
simtomatis. Dilihat dari mekanisme etiologinya, terdapat faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan mioma ini, antara lain progesteron, estrogen,
dan Peptide Growth Factor (PGF). Progesteron dapat meningkatkan aktivitas
mitosis dari mioma, namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat belum
jelas, selain itu progesteron juga menyebabkan pembesaran tumor dengan jalan
menstimulasi produksi apoptosis-inhibiting protein yang berakibat pada
penurunan apoptosis dari tumor. Sedangkan estrogen berpengaruh terhadap
pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler, dimana
mioma mengandung reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
daripada miometrium sekitarnya, namun lebih rendah dibandingkan endometrium.
Bukti-bukti
yang menunjukkan peranan estrogen sebagai promotor pertumbuhan mioma antara
lain :
- Mioma
jarang ditemukan sebelum pubertas dan berhenti pertumbuhannya setelah menopause
- Mioma yang baru jarang muncul setelah menopause
- Sering terdapat pertumbuhan yang cepat dari mioma
selama kehamilan
- GnRH
agonis menyebabkan lingkungan yang hipoestrogenik yang berakibat pada reduksi
tumor maupun ukuran uterus
Penelitian lebih lanjut menunjukkan adanya
keterlibatan PGF (yakni Epidermal Growth Factor/EGF, insulin-like growth
factor, platelet-derived growth factor) dalam regulasi pertumbuhan mioma,
dimana EGF merangsang sintesis DNA pada mioma dan sel miometrium, sedang
estrogen memacu efek tersebut melalui EGF. Selain faktor-faktor hormonal
tersebut, terdapat juga faktor lokal yang mempengaruhi variasi besar tumor dan
tingkat pertumbuhannya, antara lain suplai darah, kedekatannya dengan tumor lain,
dan perubahan degeneratif.
2.3 gejala
Klinis mioma uteri
Gejala klinis mioma uteri berhubungan dengan ukuran
dan lokasi. Banyak wanita dengan mioma tidak menunjukkan gejala klinis. Sekitar
sepertiga pasien wanita mengalami perdarahan uterus abnormal, nyeri, atau
merasa adanya penekanan pada bagian bawah abdomen. Beberapa wanita mendapatkan
perutnya membesar seperti saat hamil.
·
Perdarahan uterus abnormal
Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala yang
paling umum terjadi dan seringkali menjadi alasan untuk mencari pengobatan.
Mioma intramural dan submukosa bisa membesar dalam kavitas uterus,
mengakibatkan permukaan uterus yang lebih luas saat terjadinya perdarahan
menstruasi. Tekanan dari mioma submukosa dalam endometrium bisa menyebabkan
perdarahan berlebihan. Perdarahan ini awalnya berlangsung perlahan-lahan dalam
jangka waktu yang lama dan secara bertahap memburuk sesuai dengan konsekuensi
pembesaran mioma. Karena perdarahan abnormal ini bisa disebabkan oleh
sebab-sebab yang lain seperti kanker endometrium dan permasalahan hormonal,
sangat penting bagi wanita dengan mioma yang mengalami perdarahan abnormal
untuk mengevaluasi kemunkinan penyebab perdarahan lain.
·
Nyeri
Pembesaran mioma yang sangat cepat bisa meningkatkan
suplai darah dan degenerasi, mengakibatkan rasa nyeri dan kram. Hal ini paling
banyak terjadi selama kehamilan. Mioma yang meleat ke uterus oleh suatu tangkai
bisa mengalami pemuntiran dan menyebabkan nyeri yang amat sangat. Mioma yang
besar dan padat dalam uterus bisa menyebabkan ketidaknyamanan saat berhubungan
seksual. Wanita dengan mioma juga bisa mengalami nyeri kram saat menstruasi.
·
Adanya rasa penekanan pada pelvis
Beberapa pasien merasakan adanya penekanan pada yang
meningkat pada pelvis, nyeri pada pelvis, atau nyeri pada punggung bagian
bawah. Hal ini bisa saja disebabkan oleh hal lain, namun jika pada orang yang
sama ditemukan adanya uterus yang membesar sesuai dengan masa kehamilan lebih
dari 14-15 minggu, mioma patut dipertimbangkan. Beberapa mioma uteri bisa
membesar keluar pelvis dan masuk ke dalam abdomen di mana pada keadaan ini
pembesaran tersebut bisa diraba oleh pasien.4 Mioma yang besar bisa menekan
organ pelvis di sekitarnya.3 Jika mioma menekan vesika urinaria yang teletak di
depan uterus secara berlebihan bisa mempengaruhi frekuensi dan urgensi
berkemih. Penekanan pada ureter yang mengalirkan urine dari ginjal ke vesika
urinaria bisa mengakibatkan kerusakan ginjal jika mioma tidak diangkat. Mioma
pada bagian bawah uterus bisa mengakibatkan penekanan pada usus besar dan
rektum yang bisa menmbulkan nyeri saat terjadi perferakan usus besar ,
konstipasi, atau hemoroid.
2.4 hubungan Mioma Uteri dan Kehamilan
Mioma uteri dapat menurunkan fertilitas, namun ada
juga kasus mioma uteri disertai dengan kehamilan dan diikuti dengan persalinan
yang normal. Sehingga bila tidak ada sebab-sebab infertilitas lainnya, dapat
dilakukan miomektomi untuk membesarkan kemungkinan terjadinya kehamilan. Angka
kehamilan post miomektomi sebesar 25-40%.
·
Pengaruh mioma uteri pada kehamilan
Pengaruh mioma uteri terhadap kehamilan adalah dapat
menyebabkan infertilitas, meningkatkan risiko terjadinya abortus karena
distorsi rongga uterus khususnya pada mioma uteri submukosum, menyebabkan
kelainan letak janin dan persalinan prematur. Saat proses persalinan mioma
uteri dapat menghalangi kemajuan persalinan terutama yang letaknya pada serviks
uteri dan menyebabkan terganggunya kontraksi rahim sehingga menyebabkan inersia
uteri sekunder. Pada obstruksi jalan lahir oleh mioma uteri yang disertai
kontraksi uterus yang kuat dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri. Penekanan
akibat penurunan kepala janin dapat menimbulkan trauma pada mioma. Pasca
persalinan mioma uteri dapat mengganggu kontraksi uterus sehingga menimbulkan
atonia uteri yang menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan Karena
adanya gangguan mekanik dalam fungsi miometrium, plasenta menjadi sukar lepas
dari dasarnya. Pada masa nifas mioma uteri dapat menggangu proses involusi.
·
Pengaruh kehamilan pada mioma uteri
Tumor membesar terutama pada bulan-bulan pertama
karena pengaruh estrogen yang kadarnya meningkat. Dapat terjadi degenerasi
merah pada waktu hamil maupun pada masa nifas, yang kadang memerlukan
pembedahan segera guna mengangkat sarang mioma. Keluhan dan gejala degenerasi
merah adalah nyeri setempat dengan nyeri tekan saat dilakukan palpasi serta
kadang terjadi panas yang tidak begitu tinggi. Leukositosis sedang sering
ditemukan. Adakalanya peritoneum parietalis yang membungkus mioma uteri yang
infark mengalami inflamasi dan timbul suara gesekan peritoneum. Degenerasi
merah kadang sukar dibedakan dengan apendisitis, solusio plasenta,
ureterolitiasis atau dengan pielonefritis. Tindakan pada keadaaan ini terdiri
dari pemberian preparat analgesik seperti kodein. Yang paling sering terjadi,
keluhan dan gejala tersebut mereda dalam waktu beberapa hari. Meskipun jarang
mioma uteri bertangkai dapat juga mengalami torsi dengan gejala dan tanda
sindrom abdomen akut. Mioma uteri dapat terinfeksi ketika terjadi metritis
puerperium atau abortus septik, dan kemungkinan infeksi ini lebih besar lagi
bila letak mioma uteri di dekat tempat implantasi plasenta atau jika suatu
instrumen seperti alat kuret menembus mioma uteri ini. Apabila mioma uteri
tersebut mengalami infark, risiko terjadinya infeksi akan meningkat dan
kemungkinan kesembuhan infeksi berkurang kecuali bila segera dilakukan
histerektomi.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
·
Mioma
uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari lapisan otot uterus dan jaringan
ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan juga dikenal istilah
fibromioma, leiomioma, ataupun fibroid.
·
Terdapat epidemiologi, etiologi dan
patofisiologi mioma uteri
·
gejala Klinis mioma uteri Perdarahan
uterus abnormal , nyeri dan Adanya rasa penekanan pada pelvis
·
hubungan Mioma Uteri dan Kehamilan
Mioma uteri dapat menurunkan fertilitas, namun ada juga kasus mioma uteri
disertai dengan kehamilan dan diikuti dengan persalinan yang normal. Sehingga
bila tidak ada sebab-sebab infertilitas lainnya, dapat dilakukan miomektomi
untuk membesarkan kemungkinan terjadinya kehamilan. Angka kehamilan post
miomektomi sebesar 25-40%.
DAFTAR
PUSTAKA
Hanifa, W.
Tumor Jinak Pada Alat Genital dalam Ilmu Kandungan. Edisi III, Jakarta:Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999;338-345
American
society for reproductive medicine (ASRM). Abnormal Uterine Bleeding. Available
at : http://www.asrm.org/Patients/patientbooklets/abnormalbleeding.pdf
(Accessed : June 1, 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar